Surabaya, 17 Juli 2025 — Bank-bank raksasa di Amerika Serikat tengah berhitung secara cermat sebelum melangkah ke sektor stablecoin. Dalam laporan pendapatan kuartalan terbarunya, Bank of America menegaskan kembali pendekatannya yang konservatif, sementara sejumlah bank lain tampak lebih terbuka untuk bereksperimen.
Bank of America Masih Waspada Hadapi Stablecoin
Ketua sekaligus CEO Bank of America, Brian Moynihan, menyatakan bahwa pihaknya belum melihat kebutuhan mendesak dari nasabah terkait penggunaan stablecoin. Ia menyoroti dua faktor utama yang menjadi pertimbangan: belum jelasnya regulasi dan belum adanya permintaan signifikan dari klien.
“Bisnis ini masih harus membuktikan nilai tambahnya. Kami belum melihat adanya nasabah yang mendesak kami menyediakan layanan ini saat ini,” ujar Moynihan dalam sesi earnings call hari Rabu waktu setempat.
Bank of America mengakui telah melakukan berbagai studi internal mengenai stablecoin. Namun, adopsi teknologi ini dinilai hanya akan dilakukan jika terdapat kejelasan hukum yang memadai dan permintaan pasar yang nyata.
Moynihan juga menegaskan bahwa debat yang akan muncul ke depan bukan hanya soal kapan, tetapi juga seberapa besar dampak stablecoin sebagai saluran pembayaran yang efektif. Ia menambahkan bahwa perusahaannya akan mengambil langkah jika kondisi sudah memungkinkan.
Pernyataan ini menunjukkan perubahan nada dibandingkan komentarnya pada Februari lalu, di mana ia menyatakan bahwa Bank of America siap masuk ke bisnis stablecoin apabila kerangka hukum sudah tersedia. “Jika hal itu dilegalkan, kami akan masuk,” katanya saat itu.
Citigroup dan JPMorgan Menunjukkan Ketertarikan Lebih Besar
Berbeda dengan pendekatan Bank of America, Citigroup justru mengisyaratkan minat yang lebih aktif terhadap stablecoin. CEO Citigroup, Jane Fraser, mengungkapkan bahwa perusahaannya sedang menjajaki kemungkinan penerbitan stablecoin berlabel Citi untuk keperluan pembayaran lintas batas.
“Ini adalah peluang yang bagus bagi kami,” kata Fraser dalam sesi laporan keuangan kuartal kedua.
Langkah Citi menjadi bagian dari tren yang lebih luas di Wall Street. Pada Mei lalu, laporan The Wall Street Journal mengungkapkan bahwa Citigroup, JPMorgan, Wells Fargo, dan Bank of America sempat melakukan diskusi bersama mengenai potensi penerbitan token digital yang dipatok pada dolar AS.
Meski selama ini dikenal sebagai salah satu tokoh yang skeptis terhadap aset kripto, CEO JPMorgan, Jamie Dimon, juga menyatakan bahwa banknya berniat berinteraksi dengan stablecoin. Namun, ia belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai bentuk keterlibatan tersebut.
Sementara itu, CFO Morgan Stanley, Sharon Yeshaya, mengatakan bahwa pihaknya masih terus memantau perkembangan sektor ini dengan cermat.
Perdebatan Regulasi Masih Jadi Penghambat
Langkah lambat bank-bank besar terhadap stablecoin tidak terlepas dari kondisi regulasi di Amerika Serikat yang masih belum pasti. Upaya untuk membentuk kerangka hukum yang jelas bagi aset digital sempat mengalami hambatan pekan ini.
DPR Amerika Serikat gagal meloloskan tiga RUU penting dalam apa yang disebut sebagai “Pekan Kripto” akibat perpecahan internal di Partai Republik. Ketiga RUU tersebut adalah:
- GENIUS Act, yang bertujuan menetapkan pedoman federal bagi stablecoin
- CLARITY Act, yang dirancang sebagai kerangka umum untuk aset kripto
- Anti-CBDC Surveillance State Act, yang bertujuan mencegah penerbitan mata uang digital bank sentral (CBDC) oleh pemerintah AS
Pemungutan suara pada hari Selasa menghasilkan 196 suara mendukung dan 223 suara menolak. Sebanyak 13 anggota Partai Republik menentang karena tidak adanya ketentuan eksplisit dalam GENIUS Act yang melarang penerbitan CBDC.
Mantan Presiden Donald Trump kemudian dilaporkan memanggil para penentang tersebut ke Gedung Putih. Ia mengklaim telah berhasil meyakinkan mereka untuk mendukung paket undang-undang tersebut.
Namun, pada hari Rabu, Rep. Marjorie Taylor Greene dari Georgia menyatakan tetap menolak rancangan tersebut. Ia berpendapat bahwa isi RUU tidak cukup melindungi publik dari potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dalam sektor mata uang digital.
Peluang RUU Kembali Menguat
Menjelang akhir Rabu malam, muncul sinyal bahwa paket undang-undang terkait kripto tersebut kembali mendapatkan dukungan. Rep. Andy Harris dari Maryland menyampaikan bahwa kelompok konservatif House Freedom Caucus telah mencapai kesepakatan untuk mendukung agenda kripto Presiden.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, RUU Pertahanan Nasional (National Defense Authorization Act) yang wajib disahkan akan menyertakan klausul perlindungan terhadap CBDC. Isu ini menjadi titik keberatan utama bagi sebagian anggota Partai Republik.
Pemungutan suara prosedural lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Kamis waktu setempat.
Kesimpulan: Menunggu Kepastian, Menahan Langkah
Ketidakpastian regulasi menjadi faktor utama mengapa banyak bank masih memilih untuk menahan diri dalam mengadopsi stablecoin. Meski teknologi ini menawarkan potensi efisiensi dalam sistem pembayaran, kejelasan hukum dan dukungan politik tetap menjadi syarat mutlak bagi institusi besar untuk melangkah.
Sementara sebagian bank seperti Citigroup dan JPMorgan menunjukkan sinyal ketertarikan, langkah konkret tampaknya baru akan diambil ketika pemerintah dan legislatif memberikan arah kebijakan yang pasti.







